Logika merupakan aspek
penting sebagai sebuah penghubung untuk menyeberangi berbagai perbedaan
pemikiran pada segala aspek kehidupan. Logika juga penting sebagai self-control terhadap banyaknya kontradiksi yang
terjadi dalam bermasyarakat dan bernegara, terutama di Indonesia yang mulai
terkikis kerasionalannya. Dalam hal ini penulis mengambil pendapat Hegel, yah
walaupun ia terkenal dengan “Dialektika”nya, namun yang menarik dari
pemikirannya adalah, Hegel pernah mengatakan bahwa logika bukanlah sesuatu yang
terpisah dari metafisik, tetapi sebuah metafisika.
Disini Hegel memberikan
alasannya, yaitu Yang Absolut itu pikiran Absolut, maka ilmu tentang berpikir
haruslah ilmu tentang realitas atau Yang Absolut. Logika Hegel berusaha
mempelajari kategori-kategori ini dalam arti menjelaskan hakikat-hakikat
pikiran Absolut atau realitas yang terwujud dalam alam dan sejarah, sehingga
lahirlah yang ia sebut dengan tesis, anti-tesis dan sistesis.
Terlalu banyak konflik
dan drama dalam sebuah "proses" terpilihnya seorang presiden
Indonesia. Kedua kubu seolah lupa substansi kampanye mereka apa dan terlalu
sibuk saling menjatuhkan lawan. Di sinilah peran logika dibutuhkan untuk
memilih yang katanya putra-putra terbaik bangsa.
Namun seburuk-buruknya
masa pemilu, akan selalu ada sebuah oase di mana terdapat sesuatu untuk kita
ambil dan pelajari. Apa itu? Logika.
Ye, dalam pemilu tahun
ini, logika kita dituntut untuk bekerja keras dan mau tak mau harus kita
lakukan. Carut-marut kedua kubu, baik petahana maupun oposisi, sama buruknya
sama baiknya. Sama-sama senang mengangkat isu yang seharusnya tidak diangkat,
sama-sama reaktif bahkan pada hal yang sangat tidak perlu untuk diributkan.
Media sosial juga menjadi rame akan postingan-postingan saling serang, saling
duga praduga, sampai pulpen dan Kacamata jadi bahan (duh, kasian tuh pulpen dan
kacamata).
Kedua kubu tersesat,
kedua kubu hilang arah, dan tidak menunjukkan apa visi dan misi mereka. Apakah
visi-misi mereka hanya sebatas menang pemilu dan mengalahkan lawan politik?
Entahlah.
Dalam keadaan darurat
logika seperti ini, muncul seorang tokoh bak seperti juru selamat yang
menghadirkan pemikiran-pemikiran "gila" tapi masuk akal (duh gimana
tuh) dalam mengkritisi masa politik kali ini. Ya, Rocky Gerung sang juru
selamat logika orang-orang yang masih mau memakainya.
Terlepas dirinya yang
selalu memberikan pernyataan pedas untuk pemerintah, terlepas banyak
kontroversi yang membuat dirinya dibenci, Rocky Gerung adalah seorang jenius
dalam hal berlogika.
Bagaimana bisa seorang
yang tidak memiliki ijazah mengajar seseorang untuk gelar doktornya? Bagaimana
bisa seorang yang tidak memiliki ijazah bisa mempermalukan banyak politisi yang
punya seabreg gelar di belakang namanya? Penulis-pun mulai nge-fans :-D .
Jelas bisa, karana
logikanya di atas lawan bicaranya. Bahkan secara pribadi saya melihat sosok Tan
Malaka dalam diri Rocky Gerung. Tan, dan juga Rocky, adalah logika. Seorang
jenius yang terasing, arogan, namun dibutuhkan bangsa sebesar Indonesia. Mereka
berdua bagai cambuk dan kontrol bagi alur politik negara ini.
Beda Tan dan Rocky hanya
ada pada sebuah masa. Andai saja Tan bisa hidup kembali, bukan tidak mungkin ia
menemukan teman diskusi paling tepat untuk membahas negara ini sampai habis
napas mereka.
Tan merupakan seorang
yang menjadikan logika sebagai sebuah jembatan. Ia mengajak masyarakat
Indonesia untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya dan sebisa mungkin
menghindari prinsip kontradiksi di mana A adalah A dan tidak sama dengan yang
bukan A.
Pemikiran-pemikiran Tan
sulit diterima orang-orang yang menutup pikirannya dan tidak mau keluar dari
apa yang menjadi sesuatu dalam otaknya. Tan tidak cocok untuk orang-orang yang
tidak open minded.
"Kepada mereka yang
sudi menerimanya, mereka yang minimum sudah mendapatkan latihan otak, berhati
lapang, dan seksama serta akhirnya berkemauan keras untuk memahaminya."
Begitulah apa yang Tan "pesankan" kepada pembaca Madilog miliknya.
Begitu pun seorang Rocky
Gerung. Tidak akan bisa diterima oleh awam yang tak mau menerima logikanya yang
liar dan gila. Apakah banyak orang yang menghujatnya benar-benar paham pada apa
yang dimaksudkan Rocky?
Penulis tidak yakin para
penghujat paham. Mereka hanya kaget dan terancam oleh pemikiran seliar logika
Rocky Gerung yang meskipun tak mutlak, tapi banyak benarnya, dan ternyata apa
yang mereka yakini selama ini dibabat habis dalam satu waktu oleh Rocky
sehingga terjadi defence di sana dengan bentuk hujatan dan
hinaan terhadap Rocky. Tapi Rocky Gerung tak bergeming.
Rocky memang bukan Tan,
begitu pula sebaliknya. Namun logika-logika jenius mereka yang kontroversial
selalu mengundang decak kagum bagi yang memahaminya.
Bagaimana bisa Rocky
mengeluarkan statement bahwa kitab suci adalah fiksi? Bagi
banyak orang yang malas memahami dan bersumbu pendek, ini jelas pemikiran
keliru dan salah. Namun bagi orang-orang yang haus ilmu, pernyataan Rocky ada
benarnya.
Kitab suci itu memang
fiksional, yaitu mengaktifkan imajinasi kita untuk membayangkan dan menjalankan
sesuatu yang tertuang dalam kitab suci. Kita dituntut untuk membayangkan
bagaimana keadaan surga dan neraka yang bahkan kita belum pernah ke sana.
Lalu salahnya di mana?
Tidak ada yang salah bila kita memahaminya. Fiksi jelas bersifat baik.
Fiktiflah yang bersifat kurang baik.
Orang-orang yang menghujat
pernyataan ini, mereka berada dalam dimensi berpikir fiksi dan fiktif itu sama.
Akibatnya, mereka sulit menerima premis tersebut.
Lalu, Rocky juga berujar
bahwa ijazah merupakan tanda pernah sekolah, bukan tanda pernah berpikir.
Pro-kontra jelas muncul setelahnya.
Namun coba pahami lagi,
bagaimana pernyataan ini banyak benarnya. Kita sekolah hanya mengejar nilai di
ijazah, bukan untuk memahami substansi ilmu yang kita pelajari saat itu. Benar
atau benar? Meski tak semua orang demikian, namun sangat banyak yang tujuan
akhir sekolahnya hanya ijazah, bukan ilmu.
Pada masanya Tan Juga memiliki situasi yang sama, mengkritik
bangsanya sendiri pada zaman proklamasi kemerdekaan, karena masih dibelenggu
oleh “logika mistika.” Logika mistika merupakan cara pikir atau tingkah laku
yang meyakini bahwa alam semesta dan segala isinya berada di bawah pengaruh,
kekuasaan, determinasi dari kekuatan-kekuatan gaib, misalkan : letusan gunung
disebabkan karena Dewa Marah dll. Sehingga Madilog merupakan Masterpiece yang
melampaui zaman dan masih relevan sampai saat ini.
Logika-logika Rocky yang keras,
lugas, dan on point, sebenarnya membuat kita sangatlah terbantu untuk menghadapi
kehidupan masa kini. Kita tak perlu bertele-tele dalam berpikir, kita menjadi
kritis dan bukan hanya sebagai "yes man" dalam berbangsa dan bernegara.
Bagaimanapun, terlepas dari dia
yang seorang pengkritik tajam pemerintahan, Indonesia butuh orang-orang yang
kritis dan mengedepankan logika yang tidak asal-asalan seperti Rocky Gerung,
juga Tan Malaka. Badai kekalutan bangsa ini terlampau parah. Masyarakat mulai
kehilangan arah dan kehilangan akal sehat.
Karya-karya Tan, dan sosok
Rocky Gerung sekarang inilah jembatan untuk meluruskan kembali keadaan logika
kita. Berpikir adalah proses sekaligus hasil, So, apa yang kamu takutkan dari sebuah logika?
Selamat menikmati kopi.
Heuheu.
*Oleh : Apriadi
(Orang Biasa)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar